![]() |
Soppeng - Dugaan penyalahgunaan wewenang kembali mencoreng wajah birokrasi daerah. Kali ini, aroma busuk datang dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Soppeng. Kepala dinasnya, Kanaruddin, disorot keras atas tindakan yang dinilai sebagai intimidasi terhadap wartawan—aksi yang tak hanya mencederai kebebasan pers, tapi juga menyingkap keberpihakan politik yang memalukan.
Alih-alih menjadi jembatan informasi publik, Dinas Kominfo malah berubah menjadi alat penyaring media berdasarkan loyalitas politik. Wartawan yang dikenal dekat dengan Paslon 01 mendadak dipersulit, dibungkam secara halus, bahkan dilarang mengakses ruang-ruang kerja sama pemberitaan. Sementara media yang ‘sejalan’ dengan penguasa baru (Paslon 02) tetap dilayani bak tamu kehormatan.
Lebih parah lagi, tindakan ini dibungkus dengan dalih "penertiban media melalui organisasi resmi"—retorika yang terdengar manis, tapi busuk di dalam. Sebuah alasan yang tampak sah, tapi jika dicermati, hanyalah kamuflase untuk membungkam suara-suara kritis.
Ketua Lembaga Pemantau Korupsi dan Aparatur Negara (LPKN), Alfred, menanggapi tegas isu tersebut. Ia menyatakan bahwa dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut bukan sekadar pelanggaran internal, melainkan mengarah pada tindak pidana.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi ada unsur pidana yang harus diusut. Aparat penegak hukum perlu turun tangan,” ujar Alfred kepada wartawan,
Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika. Ini bentuk nyata kriminalisasi terhadap pers dan pencemaran prinsip netralitas birokrasi. Di tengah demokrasi yang terus diuji, tindakan seperti ini hanya mempertegas satu hal: masih ada pejabat publik yang alergi terhadap kritik dan terobsesi pada kekuasaan.
Jika dibiarkan, praktik semacam ini bisa menjadi preseden berbahaya. Birokrasi tidak boleh jadi pelayan politik kekuasaan. Dan pers, sebagai pilar keempat demokrasi, tidak boleh direduksi menjadi corong sepihak.
Senin 8 Juni 2025.
Penulis : Kama
0 Komentar